Problema dan Masa Depan Surat Kabar dan Majalah

 

Surat kabar dan majalah pernah menjadi primadona pada zamannya. Ratusan hingga ribuan orang kala itu setia berlangganan surat kabar dan majalah kesukaannya. Sebagai contoh nyata ialah saya sendiri, yang kira-kira 13 tahun lalu sempat berlangganan majalah Bobo yang terbit setiap hari minggu. Tidak hanya saya, ayah saya pun rutin membeli koran Pos Kota hampir setiap pagi.

Banyak perusahaan media cetak yang kini harus gulung tikar akibat kemajuan teknologi. Memang jika dibandingkan dengan media cetak yang menggunakan kertas, media online tentu jauh lebih unggul. Media online hanya membutuhkan gadget dan koneksi internet. Kecepatan penyebaran informasinya pun jauh lebih unggul media online. Informasi-informasi di media online seperti berita, dapat dijangkau masyarakat luas bahkan seluruh dunia hanya dalam hitungan detik saja. Sedangkan pada media cetak sendiri, selain prosesnya yang lama, juga membutuhkan biaya yang mahal.

Proses penyebaran informasi pada media online sangat cepat. Setelah wartawan menulis berita, ia dapat langsung mengirimkannya kepada redaktur, tidak peduli di manapun si wartawan saat itu berada. Setelah redaktur menyetujui dan menyuntingnya, maka naskah tersebut bisa langsung diunggah begitu saja di halaman web media tersebut.

Berbeda dengan proses penyebaran informasi di media cetak seperti surat kabar dan majalah. Setelah naskah berita dari wartawan diterima oleh redaktur, maka redaktur akan memprosesnya dan harus selesai dengan tenggat waktu tertentu. Setelah itu, kumpulan naskah dan data-data tersebut dibawa ke perusahaan cetak untuk naik cetak menjadi surat kabar ataupun majalah. Sebelum didistribusikan, surat kabar atau majalah itu akan dibawa kembali ke redaktur untuk diperiksa apakah terdapat kesalahan atau tidak. Setelah selesai, maka surat kabar dan majalah tersebut baru dapat didistribusikan.

Jika dibandingkan, proses mencetak surat kabar atau majalah lebih memakan banyak waktu, banyak biaya, dan banyak tenaga dibandingkan dengan proses mengunggah informasi di media online, yang menghabiskan biaya lebih murah, tenaga lebih sedikit, dan dengan waktu yang lebih singkat.

Namun, dibalik kemajuan teknologi, tentu ada positif negatif yang mengikuti. Pada media online, siapapun bisa membaca berita di mana saja, tidak terbatas ruang dan waktu. Tapi, bagi orang yang gemar membaca, tentunya membaca dengan gadget memiliki sensasi berbeda dengan membaca tulisan di atas kertas. Tidak sedikit orang yang lebih suka membaca surat kabar atau majalah dalam bentuk “nyata” alias cetak, bukan bentuk digital. Memang, banyak orang yang beralih untuk membaca atau berlangganan surat kabar versi digital, tidak lagi berlangganan surat kabar versi cetak. Tapi, surat kabar dan majalah versi cetak masih memiliki tempatnya masing-masing di hati para pembaca setianya. Mereka juga bisa menyimpan berita-berita dalam surat kabar atau majalah tersebut sampai waktu yang tidak dapat ditentukan.

Seiring dengan berkembangnya teknologi, ada beberapa industri media cetak yang mau tidak mau harus mundur dan bangkrut, seperti surat kabar yang sudah menjadi legenda, Sinar Harapan. Anak media Kompas Gramedia Grup, Harian Bola, bahkan juga ikut tutup usia. Berbagai kondisi menyebabkan banyak industri media cetak gulung tikar, seperti kehilangan pembaca, kehabisan biaya produksi, atau kalah saing dengan media lainnya terutama media online. Bangkrutnya beberapa industri media cetak ini tentunya menyebabkan sejumlah besar karyawan terpaksa diberhentikan, yang berakibat jumlah pengangguran menjadi bertambah.

Melihat kenyataan yang ada saat ini, setiap media massa cetak pasti memiliki halaman web sendiri untuk mengelola medianya dalam versi online. Mereka melakukan ini agar tidak kehilangan para pembacanya, juga sebagai tindakan untuk menghadapi kemajuan teknologi. Dengan semakin menjamurnya media online dan mengingat teknologi akan terus maju, suatu saat nanti bisa saja media cetak akan habis. Meskipun mereka memiliki pembaca setia yang tetap membeli versi cetaknya, kemajuan teknologi tetap tidak bisa dihindari, dan re-generasi pembaca pun tidak dapat dipungkiri. Jika yang membeli versi cetaknya hanya segelintir orang yang bisa dihitung jari, tentu media tersebut akan mundur dari versi cetak karena biaya modal yang tidak cukup, dan memilih untuk mengikuti pasar dengan beralih ke versi digital semua. Hal positif yang dapat diambil dari kejadian ini ialah penggunaan kertas akan semakin sedikit sehingga pencemaran lingkungan semakin berkurang, dan seharusnya semakin sedikit pula pohon yang ditebang.

1

Saat ini, jika menghitung biaya untuk berlangganan surat kabar ataupun majalah, banyak orang yang lebih memilih menggunakan biaya tersebut untuk membeli kuota internet. Jangankan untuk berlangganan, untuk membeli sebuah majalah (yang kini harganya semakin mahal karena biaya produksi semakin besar) saja banyak yang berpikir dua kali sebelum membelinya. Seperti majalah Harper’s Bazaar yang harganya sekitar Rp80.000-Rp100.000, orang dengan penghasilan rata-rata pasti berpikir dua kali untuk membelinya. Memang, ada harga, ada kualitas. Majalah tersebut sudah pasti tebal, berkualitas, memiliki banyak konten menarik, dan mungkin sesuai dengan segmentasi pasarnya yakni kalangan menengah ke atas, yang tentunya tidak akan keberatan membeli sebuah majalah seharga uang makan 3-4 hari anak kost.

Semakin hari, tantangan untuk industri media cetak semakin berat untuk bertahan. Kemajuan teknologi dan perkembangan zaman memang tidak bisa dihindari dan harus dihadapi. Jika seandainya suatu saat nanti media cetak benar-benar habis, setidaknya kita memiliki cukup kenangan indah sebagai generasi yang pernah menikmati sensasi membaca surat kabar dan majalah.

 

MID-TERM TAKE HOME ASSIGNMENT

Nama               : Septie Nurmalasari

Kelas               : PB 6A

NIM                : 1614020057

Mata Kuliah    : Penerbitan Surat Kabar dan Majalah

Leave a comment